namatoko.it.com – Di dunia perhotelan mewah yang penuh dengan kemewahan berlebih, Six Senses muncul sebagai oase yang tak hanya memanjakan mata dan selera, tapi juga jiwa dan alam sekitar. Bayangkan beristirahat di tepi pantai turquoise sambil menikmati terapi holistik yang terinspirasi budaya lokal, atau tinggal di vila bergaya “barefoot luxury” di lereng pegunungan yang hijau subur. Six Senses bukan sekadar merek hotel — ia adalah filosofi hidup yang menekankan kesejahteraan (wellness), keberlanjutan (sustainability), dan koneksi mendalam dengan alam. Dengan 26 properti di 21 negara pada 2025, merek ini terus berkembang di bawah naungan IHG (InterContinental Hotels Group), menjanjikan pengalaman yang merangsang enam indra: penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, penciuman, dan intuisi. Mari kita jelajahi kisah di balik merek ikonik ini.
Asal Usul dan Sejarah Six Senses
Six Senses lahir dari mimpi pasangan pengusaha Inggris, Sonu Shivdasani dan istrinya Eva Malmström Shivdasani, yang terinspirasi dari perjalanan bulan madu mereka di hotel-hotel eksklusif dunia pada 1986. Sonu, yang sebelumnya bekerja di Four Seasons, melihat celah untuk menciptakan kemewahan yang lebih autentik dan berkelanjutan. Pada 1995, mereka membuka resor pertama di Maldives (Soneva Fushi), diikuti dengan grup Evason dan Six Senses Spas.
Pada 2012, Six Senses dijual ke Pegasus Capital Advisors, tapi Sonu tetap fokus pada Soneva. Titik balik terjadi pada 2019, ketika IHG mengakuisisi merek ini seharga US$300 juta, membuka era ekspansi global. Dari 16 properti saat akuisisi, kini menjadi 26, dengan rencana ganda menjadi 50 pada 2026 di lokasi seperti London, Bangkok, Dubai, dan Napa Valley. Filosofi awalnya? “Dari jarum hingga gajah” — dari detail kecil hingga dampak besar, semuanya dirancang untuk menghubungkan kembali manusia dengan alam dan diri sendiri.
Logo Six Senses terinspirasi dari tanda berkah biksu Buddha di Thailand: piramida dengan tiga indra dasar di dasar, harmoni rasa dan bau di tengah, serta intuisi di puncak — simbol sempurna untuk merek yang merayakan “six senses”.
Filosofi dan Komitmen Utama
Six Senses dibangun atas tiga pilar utama: wellness, sustainability, dan desain autentik. Bukan kemewahan konvensional, tapi “barefoot luxury” — kenyamanan sederhana yang terasa seperti rumah, dengan sentuhan quirky dan empati.
Wellness: Merangsang Enam Indra
Setiap properti punya spa Six Senses yang menawarkan terapi holistik, mulai dari yoga di pantai hingga meditasi di pegunungan. Programnya personal, seperti “Journey to Plastic Freedom” yang mengajak tamu belajar tentang lingkungan sambil rileks. Tujuannya? Tamu pulang dalam kondisi lebih baik daripada saat tiba.
Sustainability: Lebih dari Janji Kosong
Six Senses adalah pelopor dalam pariwisata berkelanjutan. Mereka punya 70 standar korporat untuk mengurangi plastik sekali pakai (target nol pada 2022), dan setiap resor alokasikan 0,5% pendapatan untuk dana keberlanjutan lokal — seperti penanaman pohon di Seychelles atau perlindungan penyu di Fiji. Resor seperti Six Senses Svart di Norwegia akan menjadi hotel pertama yang “energy positive” — menghasilkan lebih banyak energi daripada yang dikonsumsi.
Desain: Harmoni dengan Alam
Properti dirancang agar menyatu dengan lanskap: vila kayu di hutan, benteng abad ke-14 di India, atau manor rumah abad ke-19 di Portugal. Tidak ada yang “berteriak” — semuanya tenang, organik, dan penuh cerita lokal.
Lokasi-Lokasi Ikonik Six Senses
Dengan 26 properti di 21 negara, Six Senses memilih destinasi yang “out-of-the-ordinary”. Berikut beberapa highlight:
| Lokasi | Deskripsi Singkat | Fitur Unggulan |
|---|---|---|
| Six Senses Ibiza, Spanyol | Di ujung utara pulau, di teluk Cala Xarraca yang kristal. | Pantai pribadi, spa dengan pemandangan laut, yoga pagi. |
| Six Senses Kaplankaya, Turki | Di pantai Aegea yang bergelombang, dekat situs kuno. | Peternakan organik, terapi Turki tradisional, golf. |
| Six Senses Fiji | Pulau tropis dengan pantai pasir putih dan air jernih. | Aktivitas bawah air, masakan Fiji autentik, konservasi terumbu karang. |
| Six Senses Fort Barwara, India | Benteng abad ke-14 di Rajasthan, 3 jam dari Jaipur. | Pengalaman kerajaan, tur sejarah, restorasi hutan. |
| Six Senses Crans-Montana, Swiss | Di pegunungan Alpen, ibu kota ski Swiss. | Ski, spa pasca-ski, pemandangan gunung salju. |
| Six Senses Kocataş Mansions, Istanbul | Bangunan Ottoman era di tepi Bosphorus. | Urban resort, kuliner halal, akses mudah ke kota. |
| Six Senses Bhutan | Lima lodge di lembah-lembah Bhutan seperti permata. | Trekking, festival budaya, meditasi di kuil. |
Rencana ekspansi termasuk Six Senses London di gedung ikonik Whiteleys, yang akan dibuka akhir 2025.
Apa yang Membuat Six Senses Berbeda?
- Layanan Empatik: Staf dilatih untuk “membaca” tamu, menawarkan kejutan seperti piknik pribadi atau kelas memasak lokal.
- Kuliner Lokal: Setiap resor punya kebun organik, menyajikan menu zero-waste dengan bahan segar dari sekitar.
- Komunitas: Kolaborasi dengan masyarakat lokal, seperti program pendidikan di Maldives atau pelestarian budaya di Bhutan.
- Ekspansi ke Residences dan Clubs: Vila pribadi dan klub eksklusif yang memperpanjang pengalaman Six Senses ke kehidupan sehari-hari.
Di bawah IHG, Six Senses kini bagian dari portofolio lifestyle mewah, tapi tetap mempertahankan DNA independennya — bukan “Michael Kors of wellness”, tapi merek yang autentik.
Fakta Menarik Tambahan
- Pionir Spa: Mulai 2002, Six Senses Spa menjadi benchmark global untuk terapi holistik.
- Rekor Ekspansi: Dari 11 resor pada 2011 menjadi 26 pada 2025, dengan 18 proyek baru di pipeline.
- Dampak Lingkungan: Sudah hilangkan 100% plastik sekali pakai, dan Svart akan jadi hotel net-zero pertama di Arktik.
- Penghargaan: Sering masuk daftar “Best Luxury Hotels” oleh Robb Report dan Travel + Leisure.
Six Senses bukan hanya tempat menginap — ia adalah undangan untuk reconnect: dengan diri, orang lain, dan planet. Di tengah dunia yang semakin cepat, merek ini mengajak kita melambat, merasakan, dan menghargai keindahan alam. Seperti kata Sonu Shivdasani, “Kami tidak mengurangi dampak; kami meningkatkan dunia di sekitar kami.”
